Jumat, 16 Mei 2014

UU ITE

UU ITE 

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.

Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.

Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.

Kronologis perjalanan UU ITE:

Perjalanan UU ITE memerlukan waktu yang lama (5 tahun). Hal ini menyebabkan UU ITE menjadi sangat lengkap karena RUU ITE telah melalui banyak pembahasan dari banyak pihak. Sehingga konsultan yang disewa oleh DEPKOMINFO pun menilai bahwa UU ITE ini terlalu ambisius karena Indonesia adalah negara satu-satunya di dunia yang hanya mempunyai satu Cyber Law untuk mengatur begitu luasnya cakupan masalah dunia Cyber, sementara negara lain minimal memiliki tiga Cyber Law. Namun Bapak Cahyana sebagai pemateri malah bersyukur dengan keadaan ini.

Beliau menjelaskan lebih lanjut kondisi nyata di lapangan, betapa berbelitnya proses pengesahan suatu RUU di DPR. Sehingga bagi Indonesia lebih baik memiliki satu Cyber law saja sehingga DEPKOMINFO lebih leluasa menindak lanjuti UU ITE dengan membuat Peraturan Pemerintah yang masing-masing mengatur hal-hal yang lebih detail.

Latar belakang Indonesia Memerlukan UU ITE

Latar belakang Indonesia memerlukan UU ITE karena:
1. Hampir semua Bank di Indonesia sudah menggunakan ICT. Rata-rata harian nasional transaksi RTGS, kliring dan Kartu Pembayaran di Indonesia yang semakin cepat perkembangannya setiap tahun
2. Sektor pariwisata cenderung menuju e-tourism ( 25% booking hotel sudah dilakukan secara online dan prosentasenya cenderung naik tiap tahun)
3. Trafik internet Indonesia paling besar mengakses Situs Negatif, sementara jumlah pengguna internet anak-anak semakin meningkat.
4. Proses perijinan ekspor produk indonesia harus mengikuti prosedur di negera tujuan yang lebih mengutamakan proses elektronik. Sehingga produk dari Indonesia sering terlambat sampai di tangan konsumen negara tujuan daripada kompetitor.
5. Ancaman perbuatan yang dilarang (Serangan (attack), Penyusupan (intruder) atau Penyalahgunaan (Misuse/abuse)) semakin banyak. 




Contoh kasus yang terjadi mengenai RUU ITE :

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi ramai dibicarakan, ketika bergolaknya kasus warga sipil yaitu Prita Mulyasari yang dituduh mencemarkan nama baik RS Omni Internasional. Kemudian merambah pada kasus penghinaan wartawan infotainment oleh artis Luna Maya . Kasus penuduhan penyemaran nama baik dan penghinaan itu menyita banyak perhatian publik. Alih-alih, kini kasus tersebut berujung pada perseturuan di meja hijau.

Hingga kini, kontroversi masih kerap terjadi. Alasan utamanya adalah terkekangnya hak untuk berpendapat, sehingga masyarakat
seakan tidak memiliki ruang lagi untuk saling berkeluh kesah. Akhirnya, hal itu memicu lahirnya opini, barang siapa yang berani menulis pedas, maka harus siap dihadapkan pada pasal-pasal UU ITE itu. 


Berikut ini Kontroversi dan Polemik UU ITE
 
Undang Undang Infomasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ini pada dasarnya adalah salah satu konsekuensi dari skema konvergensi bidang telekomunikasi, computing dan entertainment (media), dimana pada awalnya masing-masing masih berbaur sendiri-sendiri. Undang-undang ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum dan implikasinya pada saat transaksi elektronik seperti transaksi keuangan via ponsel, dari mulai saat memasukkan password, melakukan transaksi keuangan, sampai bagaimana pesan itu sampai ke recipient yang dituju. Kepastian hukum ini diperlukan untuk para stakeholder terkait di dalamnya, mulai dari operator seluler, penyedia service transaksi keuangan tersebut, bank dimana sang nasabah menyimpan uangnya, sampai ke bank dimana recipient menjadi nasabahnya (yang mungkin saja berbeda dengan bank si sender).


Pokok pikiran dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal – pasal di bawah ini : 

- Pasal 8 Pengakuan Informasi Elektronik -Pasal 9 Bentuk Tertulis
- Pasal 10 Tanda tangan
- Pasal 11 Bentuk Asli & Salinan
- Pasal 12 Catatan Elektronik
- Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik

TRANSAKSI ELEKTRONIK terdapat dalam Pasal-pasal berikut ini :
- Pasal 14 Pembentukan Kontrak
- Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
- Pasal 16 Syarat Transaksi
- Pasal 17 Kesalahan Transkasi
- Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
- Pasal 19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan
- Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
- Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan



Darri Pasal – pasal diatas, semua adalah yang mencakup di dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Segala aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian informasi melalui Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.


UNDANG-UNDANG NO.19 Tentang Hak Cipta dan Contoh Kasus beserta Analisisnya

 


Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.


Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet,dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan ( dalam yurisdiksi tertentu ) desain industri.


Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Dan untuk hak cipta sendiri di Indonesia diatur dalam UU no. 19 dan dibagi dalam dua ketentuan yaitu Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan.


Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Undang-undang no. 19 memuat beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai:
Database merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi;
Penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio, media audiovisual dan/atau sarana telekomunikasi;
penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif pe nyelesaian sengketa;
penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak.
batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung;
pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi;
pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi;
ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait;
ancaman pidana dan denda minimal;
ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.
Dan berikut ini adalah beberapa kasus yang berhubungan dengan hak cipta :


1. mengenai pembajakan cd dan software pemograman.
Jakarta – Penyidik PPNS Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bersama BSA (Business Software Association) dan Kepolisian melaksanakan Penindakan Pelanggaran Hak Cipta atas Software di 2 tempat di Jakarta yaitu Mall Ambasador dan Ratu Plasa pada hari Kamis (5/4). Penindakan di Mall Ambasador dan Ratu Plaza dipimpin langsung oleh IR. Johno Supriyanto, M.Hum dan Salmon Pardede, SH., M.Si dan 11 orang PPNS HKI. Penindakan ini dilakukan dikarenakan adanya laporan dari BSA (Business Software Association) pada tanggal 10 Februari 2012 ke kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang mengetahui adanya CD Software Bajakan yang dijual bebas di Mall Ambasador dan Ratu Plaza di Jakarta. Dalam kegiatan ini berhasil di sita CD Software sebanyak 10.000 keping dari 2 tempat yang berbeda.
CD software ini biasa di jual oleh para penjual yang ada di Mall Ambasador dan Ratu Plasa seharga Rp.50.000-Rp.60.000 sedangkan harga asli software ini bisa mencapai Rp.1.000.000 per softwarenya. Selain itu, Penggrebekan ini akan terus dilaksanakan secara rutin tetapi pelaksanaan untuk penindakan dibuat secara acak/random untuk wilayah di seluruh Indonesia. Salmon pardede, SH.,M.Si selaku Kepala Sub Direktorat Pengaduan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, mengatakan bahwa “Dalam penindakan ini para pelaku pembajakan CD Software ini dikenakan pasal 72 ayat 2 yang berbunyi barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau brang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan tidak menutup kemungkinan dikenakan pasal 72 ayat 9 apabila dalam pemeriksaan tersangka diketahui bahwa tersangka juga sebagai pabrikan”.


2. Kasus pelanggaran Hak cipta yang dilakukan oleh tempat karaoke Inul vizta
Business karoke di indonesia semakin hari semakin banyak, namun ternyata business karaoke pun mempunyai ijin yang rumit karena berhubungan dengan karya cipta seseorang yang dipakai dalam business tersebut. Dan sekitar tahun 2013 ada kasus dimana pihak inul vizta digugat oleh pihak KCI, karena Kci menerima laporan bahwa pihak inul vizta menyalahi kontrak yang disepakati dalam hal ini adalah royalti yang dibayarkan oleh pihak inul vista ke KCI untuk para pencipta lagu yang lagunya dipakai oleh pihak inul vizta tidak sesuai dengan kontrak yang disepakati, dan dalam hal ini salah satu pencipta lagu yang mengguggat inul vista adalah dedy dores, namun akhirnya permsalahan ini diselesaikan di pengadilan niaga dan akan dicari unsur kelalaina dari pihak inul vizta dimana.


3. Para Artis Penyanyi mendatangi kantor Haki
Dimana para artis ini merasa cd-cd bajakan lagu-lagu milik mereka semakin hari semakin banyak sehingga album yang mereka buat dan jual secara resmi menjadi tidak laku dan mengurangi royalti yang diterima oleh para penyanyi tersebut “sambu ahmad dhani yang berbicara mewakili artis penyayi yang lain”.


4. SBS menggugat salah satu media televis swasta Indonesia Ya berita terbaru yang paling hangat saat ini dan menjadi trending topic adalah kasus penayangan dang penggunaan nama serta judul dan alur drama korea yang ditayangkan oleh sbs dan ditayangkan oleh salah satu media televisi swasta indonesia dimana salah satu pemerennya adalah Nikita willy. Dimana dalam kasus ini pihak SBS sedang mencari cara menggugat media televisa atas penayangan dan penjiplakan drama yang sama versi indonsia, namun pihak media televisi swasta tersebut berdalih sudah mendapatkan lisensi dan ijin pembuatan drama yang sama oleh pihak sbs, dan sampai sekarang kasus ini masih bergulir.
 
Analisa : 
 
Dari kasus 1-3 disini adalah karena kurangnya pengawasan oleh dinas yang terkait dalam melakukan pengawasan terhadap hak cipta selama ini, dimana terkesan adanya pembiaran, sehingga masyarakat menjadi terbiasa menggunakan barang bajakan, yang sebenernya dalam hal ini akan merugikan pihak pembuat karena karya mereka tidak diapresiasi dengan baik dan berkurangnya royalti yang didapat.
Lemahnya penindakan, padahal bukti kasus pembajakan dan pelanggaran hak cipta sudah ada, namun pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini terkesan lamban dan akhirnya fenomena tersebut menjadi gung es dan apabila sudah terekspose dan menjadi buah bibir baru mereka pada action.
Pasal hukuman yang di terapkan kurang berat, karena disini hanya denda saja yang diperberat namun pasal pidanan tidak, sehingga tidak akan membuat efek jera terhadap pelaku.
Perlunya adanya kolaborasi antara UU hak cipta dengan UU ITE, dimana dengan ini maka akan melindungi para seniman (sebutan yang saya berikan) agar karya-karya mereka terlindungi juga didunia maya sehingga Indonesia tidak menjadi negara dengan potensi pembajakan karya cipta terbesar versi Badan Hak cipta Amerika.


Dan berikut adalah Asosiasi Badan Hak cipta yang diakui dan disahkan di Indonesia yang mengawasi dan menjadi rumah bagi para seniman yang membuat suatu karya. 

  • KCI : Karya Cipta Indonesia
  • ASIRI : Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
  • ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
  • APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
  • ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
  • PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
  • IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
  • MPA : Motion Picture Assosiation
  • BSA : Bussiness Software Assosiation
  • YRCI : Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia 
sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar